Nudibranch dan Fauna Laut Kriptik di Selat Sempu : Tujuh Tahun Perjalanan dalam Lembaran Buku

2023 Essay

Libur itu istilah yang dibuat oleh mereka yang ‘bekerja’,
sedang mereka yang ‘berkarya’ tidak mengenal kata libur

Imam Taufiqurrahman – Peburungamatir

Suatu saat, mungkin kata – kata ini akan saya ukir dan saya pajang besar – besar di atas pintu masuk rumah, atau ruang kerja, atau dimanapun tempat saya mondar – mandir bersemedi untuk menulis karya. Jika anda telah membaca prakata yang saya tulis pada buku “Nudibranch dan Fauna Laut Kriptik di Selat Sempu” mungkin anda telah mengetahui kisah dibalik kata – kata tersebut. Sebuah azimat, serpihan Jamus Kalimasada yang terselip dalam sebuah candaan yang hangat ditengah dinginnya udara Kota Batu. Namun siapa sangka, bak kepak sayap kupu – kupu kecil di Brazil yang menciptakan Tornado di Amerika. Sentilan kecil tersebut berlanjut menjadi keresahan – keresahan yang kemudian menggerakkan ujung jemari saya untuk menulis apa yang telah saya jalani selama kurang lebih tujuh tahun kebelakang. Ya, dan keputusan ini sudah mencapai tahap akhir, dan akhirnya buku “Nudibranch dan Fauna Laut Kriptik di Selat Sempu” ini telah terbit. Terimakasih juga kepada penerbit Redaksi Airiz atas kerjasamanya dalam memproses dan mendistribusikan buku ini sampai ke tangan para pembaca.

Kalau ditarik mundur, apa yang saya jalani selama tujuh tahun di Selat Sempu telah saya ceritakan pada tulisan saya terdahulu. Di dalam tulisan tersebut, saya menceritakan mengenai bagaimana awal saya mulai mencelupkan kepala menuju kedalaman Selat Sempu, mencari hewan seukuran ujung jari ditengah bentangan samudera yang luas. Kemudian dari titik ini lah keasyikan dalam keasingan (atau keasinan, lebih tepatnya) dimulai. Keasyikan yang telah menjadi candu tersebut kemudian menuntun saya untuk menuliskan beberapa publikasi ilmiah. Karena selama yang saya ketahui, jangankan di Jawa, data keanekaragaman nudibranch di Indonesia sekalipun masih belum banyak terpublikasikan. Maka dari itu, berbekal dari temuan seadanya, sedikit demi sedikit saya berusaha untuk menyumbangkan temuan saya ke forum ilmiah. Hingga pada suatu titik, mungkin anda akan menemukan dua publikasi saya di dalam buku Bibliographia Nudibranchia Edisi 3 yang dikompilasi oleh Gary McDonald. Buku ini berisi mengenai kompilasi publikasi-publikasi yang menyebut nudibranch di seluruh dunia, disertai dengan anotasi jenis apa saja yang ditemukan pada wilayah tersebut.

Peta yang telah terbit mendahului buku ini

Penyusunan buku ini sendiri bukan perkara mudah. Penuh lika – liku, sama seperti jalur Malang menuju Sendang Biru via Turen. Juga banyak hambatan dan rintangan, sama seperti ketika anda terjebak di belakang Truk tebu saat melintasi jalur yang telah saya sebutkan sebelumnya. Buku ini awalnya saya rancang pada saat akhir pandemi, sekitar Tahun 2021. Pada saat itu saya sudah melaksanakan seleksi tentang bahan – bahan yang akan saya masukkan ke dalam buku ini. Penulisan buku ini pun kemudian saya kerjakan dengan mencuri – curi waktu, ditengah kegiatan rutinitas yang mengharuskan saya untuk berkeliling pelabuhan dan duduk di balik bilik dan monitor laptop. Hingga pada saat itu saya hanya bertekad untuk menulis buku ini dengan tenaga semampunya. Biarlah pelan asal tidak berhenti. Mungkin kalimat itu cukup mewakili apa yang saya lakukan saat menyicil buku ini, halaman demi halaman.

Hingga pada suatu waktu, hal yang tak terduga datang. Pemindahtugasan. Selama lima tahun kebelakang, saya terbiasa melaksanakan keseharian saya di bawah naungan hutan Selat Sempu, dan mulai hari ini, semuanya harus berhenti sejenak. Empat bulan bernaung dibawah gedung pencakar langit Kota Surabaya cukup untuk mengerem progress buku ini. Ada prioritas lain yang harus saya laksanakan. Namun, dalam angan – angan saya yang sunyi, mimpi untuk tetap melanjutkan buku ini masih ada. Tetap ada, meski hampir tenggelam diantara riuh rendah suara kota.

Sepulang dari kota, saya kembali menuju Selat Sempu, mencoba menjajaki kembali langkah – langkah saya yang tercecer. Menghimpun lembar – demi lembar kata – kata yang sempat saya susun. Hingga akhirnya, pada Bulan Desember 2022 manuskrip buku ini telah selesai hingga pada tahap layout, dan saya hanya memerlukan dua orang untuk menulis kata pengantar. Orang pertama yang langsung muncul di benak saya ialah Dr. Dewa Gede Raka Wiadnya, seseorang yang telah sepanjang hidupnya mengabdikan diri untuk perkembangan peneitian biologi perikanan dan konservasi sumberdaya pesisir dan laut. Bermodalkan tekad, dan suatu obrolan panjang di laboratorium Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Brawijaya, kata pengantar pertama sudah ada dalam genggaman.

Kata pengantar kedua ingin saya berikan kepada perwakilan lokal, tidak lain Pak Saptoyo selaku Ketua Bhakti Alam Sendang Biru, lembaga yang bergerak untuk menyelaraskan pemanfaatan sumber daya alam yang bertanggung jawab dan berkelanjutan di Sendang Biru. Namun, malangnya saya, saya mengajukan proposal untuk kata pengantar di saat yang tidak tepat. Sebab, waktu itu kegiatan di Bhakti Alam sedang penuh – penuhnya. Sehingga, manuskrip yang telah 100% rampung dnegan satu kata pengantar ini pun masih harus terkatung – katung selama tiga bulan. Pada suatu titik, akhirnya saya memutuskan untuk memberikan kehormatan menulis kata pengantar kepada instansi pemerintah yang menauingi bidang ini. Sehingga saya layangkan pengajuan menulis kata pengantar pada Kepala Cabang Dinas Kelautan dan Perikanan Malang. Ajaibnya, hanya berselang hitungan jam, kata pengantar yang telah komplit segera masuk di dalam inbox saya. Waktu sudah menunjukkan Bulan April 2023, dan buku saya benar – benar rampung.

Testimoni para pembaca setelah menerima secuil Selat Sempu di tangan mereka

Mengapa buku ini ayak untuk dibaca?

Bagian ini mengandung sedikit promosi

Kelebihan buku ini, yang pertama, dan yang paling banyak saya dapat dari feedback pembaca, ialah menjadi salah satu buku pionir yang ditulis khusus untuk mendeskripsikan nudibranch dan fauna kerabatnya. Jangankan nudibranch, literatur mengenai moluska pun kita harus banyak – banyak menerjemahkan karena masih belum banyak yang dibuat oleh Orang Indonesia. Sehingga, keberadaan buku ini dapat membuka jalan bagi buku lainnya di topik yang sama untuk semakin mempopulerkan nudibranch pada masyarakat luas.

Kedua, buku ini memiliki keunggulan dilihat dari penyajian grafisnya. Buku ini dicetak full color dengan foto – foto yang menggambarkan biota yang dideskripsikan pada habitat aslinya. Selain itu, berbekal pengalaman menjadi ilustrator pembantu dalam buku Atlas Burung Indonesia dan Panduan lapangan burung-burung di Indonesia seri 1: Sunda Besar, saya melengkapi buku ini dengan ilustrasi – ilustrasi untuk menjelaskan beberapa bagian yang penting.

Taksonomi atau tata nama ilmiah semua fauna laut yang ada di dalamnya juga sudah mengikuti update terbaru sesuai yang disepakati di dalam World Register of Marine Species. Sebab, beberapa literatur lama masih belum mengalami pemutakhiran, yang menyebabkan nama spesies yang ditulis sudah bukan termasuk nama yang diakui oleh komunitas ilmiah (meskipun masih berlaku sebagai nama sinonim).

Beberapa temuan menarik juga terekam dalam buku ini, seperti Plocamopherus imperialis. Nudibranch berwarna merah ini umumnya hidup di kawasan subtropis, dan untuk jenis ini memiliki sebaran di Australia Subtropis hingga ke New Zealand. Bisa jadi ini adalah rekaman pertama di Pesisir Selatan Jawa. Selain itu, terdapat pula ikan Helcogramma vulcana, yang sebelumnya hanya diketahui berasal dari Perairan Bali hingga Banda, kini memiliki catatan baru di kawasan Barat Indonesia.

Buku ini menyasar semua pihak, baik mereka yang berkecimpung di dunia penyelaman maupun bagi mereka yang sekedar penasaran terhadap kehidupan bawah laut. Bahkan, salah satu sahabat menggunakan buku ini sebagai referensi untuk menggambar karakter animasi yang bertemakan laut. Dia katakan hal itu dengan jelas ketika saya mampir ke rumahnya untuk menyampaikan buku yang telah ia preorder selama dua minggu lamanya.

Meski demikian, buku “Nudibranch dan Fauna Laut kriptik di Selat Sempu” ini masih memiliki berbagai batasan. Buku ini hanya bersifat sebagai pembuka, dengan harapan ia dapat semakin membuka mata para pembaca, dan merengkuh minat pembaca untuk semakin mengagumi dan memahami isi samudera. Seperti yang dikatakan oleh Jacques-Yves Cousteau yang saya kutip dalam pembukaan buku ini: “The sea, once it casts its spell, holds one in its net of wonder forever”.

Mungkin buku ini hanyalah seutas benang yang ada dalam jaring yang dimaksud Pak Cousteau. Namun, siapa tau, apabila benang itu tidak ada, jaring itu tak dapat mengembang, atau bahkan tidak akan terbangun sedari awal?


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *