Berlayar di Samudera yang Asing: Mengapa Peta Pelayaran Medieval Penuh Akan Monster Aneh dan Menyeramkan?

2021 Essay

Featured image retrieved from Paul K. (flickr) titled Sea Monsters (C van Duzer) 017

Sepanjang sejarah umat manusia, laut merupakan tempat yang selalau dianggap asing dan menyimpan banyak misteri yang tidak dapat diduga. Bahkan, di era kemajuan teknologi dewasa ini, laut tetap menjadi tempat yang sangat asing bagi kita. Bagaimana tidak? Hingga saat ini, sekitar 80 persen dari lautan dunia, belum bisa dipetakan, dan bahkan masih belum terjamah dan dilihat oleh umat manusia. Lagipula, bagi sebagian besar manusia, laut merupakan tempat yang luas, dingin dan gelap. Bahkan bagi pelaut di zaman dahulu, yang telah berlayar melaluir rentetan badai dan diombang – ambing oleh ganasnya gelombang, pasti menduga bahwa hanya hewan – hewan yang paling tangguh yang bisa hidup di dalam lingkungan ekstrem seperti ini. Ditambah lagi dengan belum majunya peralatan dan ilmu biologi pada zaman itu, seringkali para pelaut menggambarkan hewan yang mereka temui selama pelayaran dengan bentuk dan rupa yang sedikit aneh untuk dicerna oleh nalar.

Penggambaran Hewan Laut pada Era Penjelajahan Bangsa Eropa

Pliny the Elders, dalam satu tulisannya mengatakan bahwa semua hewan di darat, memiliki “kembaran” yang hidup di laut. Maka dari itu muncullah dugaan bahwa beberapa hewan yang dikenal oleh manusia pada masa itu juga memiliki versi lautnya sendiri. Ambil contoh seperti anjing laut, singa laut, dan babi laut misalnya, yang pada saat itu dipakai oleh para pelaut untuk menyebut hewan – hewan yang mereka temui pada masa penjelejahan di Laut Utara. Keterbatasan ilmu sains yang dimiliki oleh para pelaut membuat para pelaut seringkali menggambarkan hewan  – hewan yang mereka temui secara ekstrem. Sebab, bentuk hewan laut terkesan aneh dan diluar nalar mereka pada waktu itu. Sehingga untuk menggambarkannya, mereka seringkali mereka ulang rupa hewan laut yang mereka temui dengan karakteristik hewan darat yang telah mereka kenal secara umum.

Image Retrieved from Natalie Lawrence, on Decoding the MorseThe History of 16th-Century Narcoleptic Walruses. Originally published on Conrad Gesner’s Icones Animalium (1560)

Oke, kita ambil contoh “Babi Laut”. Babi laut ini seringkali dijumpai pelaut yang berlayar pada perairan dingin di laut utara, yang digambarkan memiliki kepala seperti babi hutan dengan taring yang panjang, badan bersisik seperti ikan, memiliki ekor yang terbelah, dan memiliki kaki yang berselaput. Belakangan diketahui, Babi Laut ini merupakan penggambaran para pelaut jaman dahulu terhadap salah satu mamalia laut bernama Walrus. Bentuk badan walrus yang besar dengan kepala yang relatif kecil nampaknya mengingatkan para pelaut terhadap babi yang hidup di darat. Meski demikian, penggambaran ini sedikit melenceng dengan menggambarkan walrus memiliki taring panjang yang terbalik dan kulit yang dipenuhi oleh sisik. Nampaknya, kulit yang tertutup sisik ini merupakan anggapan para penjelajah laut pada waktu itu, bahwa semua hewan air yang ditemuinya tertutup sisik ataupun kulit yang keras.

Image Retrieved from Karin Murray-Bergquist on ‘To Talk of Many Things’: Whales, Walrus, and Seals in Medieval Icelandic Literature. Originally published on Carta Marina (1539)

Kita lanjut dengan bagaimana para pelaut zaman dulu menggambarkan paus. Ya, sosok raksasa penghuni laut ini akan membuat merinding siapapun yang belum pernah melihatnya secara langsung. Bagaimana tidak, ada makhluk yang lebih panjang daripada kapal yang anda tumpangi sedang berenang disekitar kapal anda dan sesekali menyembulkan kepala untuk membuang nafas. Tentu pemandangan ini sedikit menakutkan bagi para pelaut zaman dahulu. Konon, pelaut zaman dahulu menggunakan berbagai cara untuk menghalau paus agar tidak terlalu dekat dengan kapal mereka, mulai dari membuang tong atau peti – peti kosong ke laut, hingga membuat kegaduhan di atas dek dengan tujuan untuk mengusir gerombolan paus tersebut. Maka tak heran, paranoia yang mereka rasakan ketika berjumpa dengan hewan laut yang satu ini, tergambar jelas pada peta yang mereka buat. Paus, pada peta zaman medieval hingga zaman eksplorasi, digambarkan memiliki kepala yang aneh dan meyeramkan dengan taring – taring kecil yang menyembul keluar, dan memiliki badan seperti ikan pada umumnya. Namun, terdapat penggambaran ciri yang tepat dimana hewan ini nampak memiliki lubang di kepala yang dapat menyembulkan air, serta pada beberapa penggambaran paus pembunuh (orca), hewan ini terlihat memiliki sirip punggung yang relatif tinggi.

Image retrieved from discarding images (tumblr) on Sea Turtle. Originally Published on Jacob van Maerlant, Der Naturen Bloeme, Utrecht, ca. 1340-1350

Oke… Kalau kita melihat gambar di atas, kira – kira hewan apa yang sedang mencoba digambarkan oleh para pelaut di zaman dahulu? Hewan berkepala dan berekor ikan, dengan dua kaki berselaput dan diapit oleh dua tameng yang keras. Belum ada gambaran?… Jadi, gambar diatas adalah bagaimana para pelaut menggambarkan penyu. Ya, penyu di zaman medieval juga digambarkan sebagai seekor ikan dengan karapas yang mereka reka ulang menyerupai tameng para prajurit di zaman tersebut. Konsep yang mereka gambarkan memang tepat, namun karena keterbatasan pengetahuan mereka akan kehidupan samudera pada kala itu membuat mereka menggambarkan beragam hewan laut dengan cara yang apa adanya.

Ketakutan yang Menjadi Nyata: Monster Laut yang Benar –Benar Ada

Gambaran para pelaut mengenai “monster laut” yang mereka temukan selama penjelajahan membuka jendela baru bagi dunia biologi laut pada masa itu. Setidaknya, orang telah memiliki gambaran bahwa laut adalah tempat hidup bagi hewan – hewan aneh, dan terkadang memiliki ukuran yang tidak masuk akal. Semakin peradaban manusia mengalami kemajuan, dan seiring itu pula ilmu pengetahuan dan teknologi semakin canggih, perlahan hewan – hewan aneh ini dapat digambarkan wujud aslinya secara benar. Meski pendeskripsian mamalia laut telah dimulai semenjak zaman Aristoteles, penelitian mamalia laut modern baru dilakukan secara luas pada tahun 1850 hingga 1970an. Dari sini, umat manusia tidak hanya dapat mengenal bentuk morfologi mereka saja, namun hingga ke arah tingkah laku hidup para mamalia laut tersebut.

Image retrieved from Rodrigo B. Salvador and Barbara M. Tomotani on The Kraken: when myth encounters science

Meski demikian, masih banyak makhluk laut pada peta zaman kuno yang masih menimbulkan pertanyaan. Sebut saja kraken, monster laut berbentuk cumi – cumi raksasa yang seringkali digambarkan menyerang kapal para pelaut dengan buas. Rekaman awal hewan ini tercatat pada sekitar Tahun 1250, dimana pelaut menggambarkan hewan ini seringkali muncul kepermukaan dan mendekati kapal – kapal pelaut terutama di daerah yang “seharusnya tidak dilewati oleh manusia”. Karena anggapan tersebut, dan mungkin karena bentuk dan ukuran badannya yang mengintimidasi para pelaut, penggambaran hewan ini selalu dikaitkan dengan kemalangan atau bencana.

Image retrieved from NTNU Museum of Natural history and Archeaology on Wikimedia Commons

Namun kemudian, pada tahun 1857, cumi – cumi raksasa untuk pertama kalinya tercatat di dunia biologi dengan nama Architeuthis dux, atau yang umum dikenal dengan nama cumi – cumi raksasa. Hewan yang seringkali ditemukan di perairan subtropis ini memiliki ukuran tubuh mencapai 13 meter, yang pada zaman dahulu mungkin cukup mengejutkan para pelaut yang umumnya berlayar pada perahu dengan panjang 12 hingga 24 meter. Terlebih lagi, pada tahun 1925, dunia biologi kembali dikejutkan dengan penemuan cumi – cumi kolosal (Mesonychoteuthis hamiltoni) yang hidup di Perairan Antartika, yang mampu tumbuh hingga sepanjang 15 meter. Dengan ditemukannya kedua hewan ini, dan beberapa hewan berukuran besar lain setelahnya, para peneliti menyimpulkan bahwa laut dalam memang menjadi tempat hidup yang sesuai bagi hewan – hewan berukuran besar. Sehingga pada saat ini munculah istilah gigantisme laut-dalam, yang menjelaskan mengenai bagaimana faktor lingkungan membuat hewan – hewan laut dalam cenderung memiliki ukuran tubuh yang lebih besar daripada hewan laut yang berada di perairan dangkal.

… … …

Ya… Pada akhirnya kita kembali pada premis bahwa laut merupakan tempat yang masih belum banyak diketahui oleh manusia. Oleh karena itu, masih banyak pula misteri penggambaran makhluk laut pada zaman dulu, yang masih belum dapat dipecahkan oleh manusia, bahkan di era modern seperti sekarang ini. Penelitian oseanografi secara global memang masih belum dilaksanakan secara luas, dan bahkan masih terbatas pada perairan pesisir dan perairan antar-pulau saja. Namun disaat yang sama kita telah memetakan keseluruhan permukaan bulan dan mars. Sementara dasar laut yang kita miliki hanya 5% yang sudah berhasil kita petakan. Ya, lima persen, dan semua peta dasar laut yang anda lihat saat ini sementara adalah hasil dari pemodelan para ahli geologi dan oseanografi yang mereka – reka bagaimana bentuk dasar laut kita. Di tengah ketidaktahuan kita akan samudera, pikiran kita dibawa kembali melayang untuk menerka – nerka, menggunakan akal dan imajinasi kita untuk memahami lautan yang masih hampa. Mungkin dalam benak kita, akan muncul pertanyaan “Apakah benar ada hewan laut di luar sana yang lebih besar ukurannya daripada yang pernah kita duga?”.

Further Reading

Copley, Jon. 2014. Just How Little Do We Know about the Ocean Floor?

Lawrence, Natalie. 2017. Decoding the Morse The History of 16th-Century Narcoleptic Walruses.

Murray-Bergquist, Karin. 2017. ‘To Talk of Many Things’: Whales, Walrus, and Seals in Medieval Icelandic Literature.

Salvador, Rodrigo B. and Barbara M. Tomotani. 2015. The Kraken: when myth encounters science.

Szabo, Vicki Ellen. 2008. “Bad to the bone”? The Unnatural History of Monstrous Medieval Whales.

Waters, Hannah. 2013. The Enchanting Sea Monsters on Medieval Maps.

Würsig, Bernd, Perrin, William F., and J.G.M.Thewissen. 2018. History of Marine Mammal Research. Encyclopedia of Marine Mammals (Third Edition) Pages 472-477.


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *