Melestarikan dan Menjaga Adat Budaya lewat Batik Khas Pulau Bawean

2021 Citizen Report

Apakah yang terlintas di pikiran kalian ketika mendengar atau melihat tentang Pulau Bawean? Bawean ini adalah salah satu pulau yang masuk dalam wilayah Jawa Timur dan lebih tepatnya masuk dalam wilayah administrasi Kabupaten Gresik. Selain memiliki alam yang indah, Pulau Bawean juga kaya akan budaya seperti alat musik, pencak silat, upacara adat dan juga batik. Hal yang membedakan batik Bawean dengan daerah lainnya adalah penggunaan motif khas yang terinspirasi flora,fauna dan budaya khas Bawean. Salah satu contoh motif batik adalah tanduk rusa, motif ini melambangkan spesies rusa endemik (Axis kuhli). Rusa Bawean juga pernah digunakan menjadi maskot Asian Games tahun 2018 dengan nama Atung. Motif lain diantaranya jhukong (perahu nelayan), dhurung (tempat bersantai), rangghepan (alat panen padi), dan santeghi (kayu laut).

Ragam warna dan corak kain Batik Bawean. Foto oleh Saifur Rizal Fakri

Batik Bawean mulai digagas dan dikenalkan pertama kali oleh seorang tokoh budaya bernama Kyai Mustafa. Beliau adalah pengasuh Pondok Pesantren Penaber di Dusun Paginda, Kecamatan Tambak. Sebuah desa yang terletak di bagian Utara pulau. Pondok pesantren ini tidak hanya mengajarkan ilmu agama, tapi juga mengajarkan kesenian asli Bawean kepada santrinya. Beragam adat dan budaya terus dilestarikan dan dipraktekkan langsung dari generasi ke generasi. Kyai Mustofa juga berusaha mengumpulkan benda-benda bersejarah peninggalan orang terdahulu. Koleksi benda kuno meliputi alat memasak, alat berkebun dan bertani, perahu, dan berbagai macam lainnya yang disimpan rapi dalam satu ruangan tersendiri. Kegiatan pelestarian budaya ini dilakukan agar santri lebih mencintai dan ikut menjaga budaya mereka sehingga tidak akan hilang. Hal unik dari batik ini adalah penggunaan pewarna alami yang berasal dari kulit pohon bakau atau mangrove. Bakau memang tumbuh subur dan mudah ditemukan di sekitar pantai di Bawean. Pewarnaan alami  ini memiliki hasil yang tidak kalah bagus dengan pewarna sintesis.

Penjelasan mengenai Batik Bawean oleh pengasuh Pondok Pesantren Penaber . Foto oleh Saifur Rizal Fakri.

Proses pembuatan batik Bawean sama seperti batik pada umumnya, dimulai dari pemotongan kain sesuai kebutuhan. Kemudian diberikan motif dengan menggunakan cap atau canting yang biasa dilakukan oleh para santri pondok. Kain yang sudah bermotif kemudian masuk ke proses pewarnaan. Warna dari bahan alami seperti mangrove didapat dari hasil perebusan kulit mangrove. Hasil rebusan ini kemudian disaring dan diambil airnya, diperlukan sekitar 10-11 kali pencelupan  untuk memunculkan warna yang diinginkan. Proses terakhir adalah pemberian plastisin agar warna tidak mudah luntur, setelah itu kain dijemur sampai kering dan siap untuk digunakan. Peminat batik Bawean sampai saat ini mulai dari warga Bawean sendiri sampai ke luar negeri seperti Malaysia dan Singapura. Kegiatan-kegiatan pengenalan dan promosi terus dilakukan agar batik Bawean semakin dikenal dan bisa terus dilestarikan.


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *